Meski di tengah pandemi COVID-19, Gerakan Buruh
bersama Rakyat (GEBRAK) menggelar aksi unjuk rasa serentak mendesak Dewan
Perwakilan Rakyat mencabut omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja pada
kamis 16 Juli 2020. Gabungan berbagai organisasi gerakan rakyat ini menganggap
DPR mengambil kesempatan di tengah ancaman COVID-19 untuk meloloskan beleid
kontroversial tersebut.
Gerakan Buruh bersama Rakyat (GEBRAK) menggelar aksi
serentak di berbagai kota di Indonesia untuk menolak omnibus law RUU Cipta
Kerja. Aksi dilakukan meski rakyat sadar berkegiatan di tempat publik beresiko
terpapar COVID-19. “Kengototan pemerintah dan DPR memaksa rakyat mempertaruhkan
nyawa untuk melawan omnibus law. Keduanya mencuri kesempatan dalam kesulitan
rakyat,” kata Juru Bicara GEBRAK Ilhamsyah.
Di Jakarta, sebanyak Lima ribu orang anggota
organisasi-organisasi yang terafiliasi dengan GEBRAK turun menggeruduk DPR
dalam aksi unjuk rasa penolakan omnibus law. Tidak hanya itu, unjuk rasa GEBRAK
juga berlangsung di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Yogyakarta, Makasar,
Jambi, Surabaya, dan Lampung. GEBRAK bersama organisasi rakyat lain di
wilayah-wilayah itu mengeruduk DPR Provinsi untuk menegaskan penolakan omnibus
law. Total ada puluhan ribu massa GEBRAK dari gerakan buruh, petani, mahasiswa,
gerakan perempuan, LSM, pelajar yang turun di provinsi-provinsi tersebut.
GEBRAK menilai gagasan ekonomi mengucur ke bawah
(trickle down economy) yang mendasari omnibus law merupakan pembenaran untuk
memperkaya oligarki dan memiskinkan mayoritas rakyat. Di antaranya dengan memperburuk
kondisi kerja, upah, memudahkan PHK, dan merusak lingkungan. “Bagaimana mungkin
omnibus law ingin menciptakan lapangan kerja dengan memudahkan PHK? Pasar kerja
fleksibel sama dengan memaksa rakyat bekerja dalam perbudakan modern. Rakyat
bekerja keras tapi miskin karena keringatnya untuk pemilik modal,” kata Juru
Bicara GEBRAK Nining Elitos.
Selain itu, pendewaan pada investasi tidak serta merta
mendorong penciptaan lapangan kerja. BKPM sendiri mencatat sejak 2013 hingga
2019 investasi yang masuk ke Indonesia terus naik tapi berkorelasi negatif
dengan penyerapan tenaga kerjanya. Sebagai gambaran, bila pada 2016 USD 28,96
miliar investasi asing menyerap 951.939 tenaga kerja tapi pada Triwulan I 2019,
USD 29,31 miliar investasi hanya menyerap 490.368 tenaga kerja.
Investasi asing yang diundang melalui omnibus law juga
dinilai tidak akan menarik alih teknologi. Sebab, omnibus law menurunkan upah
pekerja. “Upah murah akibat omnibus law hanya akan menarik modal berteknologi
rendah yang mengandalkan buruh terampil murah,” kata Juru Bicara GEBRAK Ellena
Ekarahendy.
Tidak hanya itu, dalih memudahkan perizinan dalam
omnibus law bakal berdampak pada meningkatnya konflik lahan. Tanah yang
merupakan sumber kehidupan dan kebudayaan petani dijadikan barang dagangan semata
yang pembelian paksa atau penggusurannya bakal semakin difasilitasi negara
dengan omnibus law. “Sistem perluasan hak pengelolaan (HPL) yang bisa mencapai
90 tahun di muka bagi usaha skala besar jelas akan memperbesar ketimpangan
agrarian. Saat ini saja, 1 persen orang menguasai 68 persen tanah (termasuk
nilai asset tanah),” kata Juru Bicara GEBRAK Dewi Kartika.
Selain menolak omnibus law, GEBRAK juga mendesak DPR
kembali melakukan proses deliberasi untuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
RUU ini penting untuk melindungi kaum marjinal dari kekerasan seksual. Selain
itu, GERBAK juga mendesak DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga. Pasalnya, banyak pekerja rumah tangga terjebak dalam perbudakan modern
atau trafficking in person karena tidak adanya perlindungan yang tegas. Dan
GEBRAK juga mendesak agar biaya
biaya pendidikan menjadi gratis selama masa pandemic
Covid 19. Terkhusus GEBRAK meminta agar mahasiswa Univ. Unas dicabut SK DO dan
skorsingnya tanpa Syarat.
Aksi ini juga mendapat solidaritas perjuangan antar
kelas pekerja secara global baik secara tertulis maupun tidak. Secara tertulis
World Federations of Trade Unions (WTFU) terdiri dari ratusan juga anggota,
tersebar di 130 Negara di 5 benua mengirimkan pernyataan solidaritasnya pada
Rabu 15 Juli 2020. WTFU dalam solidaritas mendukung perjuangan GEBRAK dan
rakyat Indonesia yang melakukan perlawanan menggagalkan Omnibus Law.
Siaran persini kami tutup secara khusus menyampaikan
tuntutan aksi GEBRAK sebagaimana tercantum dalam bit.ly/KertasPosisiGEBRAK antara
lain:
1.
Menghentikan
pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja seluruhnya;
2.
Memprioritaskan
pembahasan dan pengesahan produk legislasi yang menjamin rasa aman bagi tiap
warga negara, terutama kelompok rentan dan termarjinalkan, seperti RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Pekerja Rumah Tangga;
3.
MencabutUndang-UndangMinerba;
4.
Memaksimalkan
sumberdaya DPR RI, dengan fokus menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran
terkait penanganan pandemi COVID-19, dan penanganan dampak krisis lanjutannya
secara nasional dan sistematis.
Adapun aksi unjuk rasa ini tergabung dalam Gerakan
Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) yang terdiri dari KASBI, KPBI, Konfederasi
Serikat Nasional (KSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), SINDIKASI, dan
Solidaritas Pekerja Viva (SPV). Kemudian, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan
Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia, LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi
Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jentera, dan lainnya.
Penulis: Marulloh
(FBTPI)
Talks
Posting Komentar